Ketika Nikah Semakin Mahal dan Zina Semakin Murah
.
Pada zaman sekarang ini telah kita ketahui bersama, kemaksiatan semakin merajalela, terutama perzinaan. Anak muda bukan mahram saling berpegangan, berboncengan tanpa rasa malu karena telah menjadi hal yang lumrah dalam keseharian mereka. Kita sebagai generasi muslim yang berilmu berlindung dari hal-hal semacam itu. Untuk menghindari perbuatan zina, alangkah baiknya kita simak hadits berikut ini :
.
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
.
“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.”[1]
.
Kalau kita kembalikan tujuan menikah kepada hadits di atas, maka akan kita dapati alangkah besarnya manfaat menikah, karena dalam menjaga kita dari perbuatan zina, dan jika kita belum mampu untuk menikah, maka hendaknya kita berpuasa. .
Opini yang ada di masyarakat zaman sekarang adalah, pernikahan adalah sesuatu yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit, padahal kalau kita membaca hadits, maka kita akan dapati bahwa pernikahan dalam dilangsungkan dengan sederhana, misalkan dalam hal ini adalah mahar. Banyak hadits yang menerangkan tentang mahar
Abu Dawud meriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Amir Radhiyallahu anhu, ia mengatakan: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
.
خَيْـرُ النِّكَـاحِ أَيْسَـرُهُ.
.
‘Sebaik-baik pernikahan ialah yang paling mudah.'”[2]
.
Dalam riwayat Ahmad:
.
إِنَّ أَعْظَمَ النَّكَـاحِ بَرَكَةً أَيَْسَرُهُ مُؤْنَةً.
.
“Pernikahan yang paling besar keberkahannya ialah yang paling mudah maharnya.”[3]
.
Sehingga, alangkah baiknya kita luruskan niat dan tujuan kita jika ingin menikah, dan menikah tidaklah harus mahal, yang terpenting adalah terpenuhinya rukun dan syaratnya secara syar’i.
Dear #Lovalila ... Makan gaji buta, atau kita kenal dengan istilah "magabut" itu ada suatu hal yang tidak baik, bahkan curang. Mangkir dari tanggungjawab tapi tetap diberikan upah normal. Perilaku ini bahkan bisa mengganggu atau merugikan orang lain yang memerlukan hasil kerja si pelaku magabut tadi. . Rezeki kita itu sudah ada yang ngatur, alila kira semua #Lovalila sudah paham lah yaa soal ini. Tapi yg harus diperhatikan adalah cara kita menjemputnya. Apakah dengan cara yang ahsan atau justru zholim? . Meski Kerjaan kita halal, tapi kalo kita tidak mengerjakannya, ini bisa loh menzholimi saudara kita dan perusahaan. Misal, kita kerja di perusahaan tapi masih belum bisa memenej urusan probadi ketika jam kerja, sampe2 kerjaan tidak selesai. Kemudian hasil kerja kita akan menjadi tidak berkah. Padahal, ketika bekerja, Allah jg siapkan pahala untuk kita jika kita kerja ikhlas, tepat waktu. Apalagi kalo pekerjaan kita lebih cepat, dan kita bs membatu pekerjaan orang lain.. M
Comments
Post a Comment