Skip to main content

Kisah Nabi Syu’aib ‘Alaihissalam

Kisah Nabi Syu’aib ‘Alaihissalam

Nabi Syu’aib ‘alaihissalam tinggal di kota Madyan yang letaknya di Yordania sekarang. Ketika itu, masyarakatnya kafir kepada Allah dan melakukan berbagai kemaksiatan, seperti membajak dan merampas harta manusia yang melintasi mereka. Mereka juga menyembah pohon lebat yang disebut Aikah.



Mereka bermuamalah buruk dengan manusia, menipu dalam melakukan jual beli dan mengurangi takaran dan timbangan. Maka Allah mengutus kepada mereka seorang rasul dari kalangan mereka bernama Nabi Syu’aib ‘alaihissalam. Beliau mengajak mereka beribadah kepada Allah dan tidak berbuat syirik, melarang mereka mengurangi takaran dan timbangan serta melarang melakukan pembajakan, dan melarang berbuat buruk lainnya. Nabi Syu’ab ‘alaihissalam berkata kepada mereka, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan yang berhak disembah bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.— Dan janganlah kamu duduk di setiap jalan dengan menakut-nakuti dan menghalang-halangi orang yang beriman dari jalan Allah, dan menginginkan agar jalan Allah itu menjadi bengkok…dst.” (QS. Al A’raaf: 85)

Demikianlah, Nabi Syu’aib ‘alaihissalam terus berdakwah kepada kaumnya dan menerangkan kebenaran kepada mereka, tetapi yang beriman hanya sedikit saja, sedangkan sebagian besar mereka kafir. Meskipun begitu, beliau tidak berputus asa terhadap penolakan mereka, bahkan tetap sabar mendakwahi mereka dan mengingatkan mereka nikmat-nikmat Allah yang tidak terhingga. Akan tetapi kaumnya tetap tidak menerima nasihat dan dakwahnya, bahkan mereka berkata kepada Nabi Syu’ab sambil mengolok-olok, “Wahai Syu’aib! Apakah shalatmu menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami berbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal.” (QS. Huud: 87)

Kemudian Nabi Syu’aib membantah mereka dengan kalimat yang halus sambil mengajak mereka kepada yang haq, “Wahai kaumku! Bagaimana pendapatmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari-Nya rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih sanggup. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (QS. Huud: 88)

Seperti itulah Nabi Syu’aib ‘alaihissalam, Beliau berdakwah dengan argumentasi yang kuat, sehingga Beliau disebut Khathibul Anbiya’ (Ahli Pidato dari kalangan para nabi).

Selanjutnya, Beliau berkata kepada mereka menakut-nakuti mereka dengan adzab Allah dan mengajak mereka kembali kepada Allah, “Wahai kaumku, janganlah pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa adzab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Saleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh (zaman dan tempatnya) dari kamu.—Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.” (QS. Huud: 89-90)

Maka mereka mengancam akan menghukum Beliau, mereka berkata, “Wahai Syu’aib! Kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami; kalau tidak karena keluargamu tentulah kami telah merajam kamu, sedang kamu pun bukanlah seorang yang kuat di sisi kami.” (QS. Huud: 91)

Syu’aib menjawab, “Wahai kaumku, apakah keluargaku lebih terhormat menurut pandanganmu daripada Allah, sedang Allah kamu jadikan di belakang (tidak dipedulikan)? Sesungguhnya (pengetahuan) Tuhanku meliputi apa yang kamu kerjakan.” (QS. Huud: 91)

Selanjutnya, Nabi Syu’aib menakut-nakuti mereka dengan adzab Allah jika mereka tetap di atas kesesatan dan kemaksiatan mereka, tetapi kaumnya malah menjawab ancaman itu dengan mengancam Beliau dan memberikan pilihan, “Mengikuti agama mereka atau pergi meninggalkan kota mereka bersama orang-orang yang beriman yang mengikutinya.” Namun Nabi Syu’aib dan orang-orang yang beriman bersamanya tetap teguh di atas keimanan mereka dan menyerahkan urusan mereka kepada Allah. Maka kaumnya menuduh Beliau sebagai pesihir dan pendusta (QS. Asy Syu’araa: 185-186) dan mengolok-olok adzab yang beliau ancamkan, bahkan meminta disegerakan adzab. Para pemuka mereka juga berkata kepada yang lain, “Sesungguhnya jika kamu mengikuti Syu’aib, tentu kamu menjadi orang-orang yang merugi.” (QS. Al A’raaf: 90)

Hingga akhirnya Nabi Syu’aib ‘alaihissalam berdoa kepada Tuhannya, “Ya Tuhan Kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan haq (adil) dan Engkaulah pemberi keputusan yang sebaik-baiknya.” (QS. Al A’raaf: 89)

Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh Nabi syu’aib ‘alaihissalam agar keluar dari kota itu bersama orang-orang yang beriman karena adzab akan turun menimpa kaumnya, selanjutnya Allah mengirimkan kepada mereka cuaca yang begitu panas yang membuat tanaman kering, sumur kering, dan susu hewan habis, maka orang-orang pun keluar mencari kesejukan, lalu mereka menemukan awan hitam yang sebelumnya mereka kira sebagai hujan dan rahmat, sehingga mereka berkumpul di bawahnya, kemudian ditimpakan kepada mereka bunga api yang membakar dan api yang bergejolak sehingga membakar mereka semua, bumi pun berguncang dan mereka ditimpa suara yang mengguntur yang mencabut nyawa mereka sehingga mereka menjadi jasad-jasad yang mati bergelimpangan. Setelah kejadian itu, Nabi Syu’aib meninggalkan mereka sambil berkata, “Wahai kaumku! Sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku telah memberi nasihat kepadamu. Maka bagaimana aku akan bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir?”

Demikianlah, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengirimkan kepada mereka berbagai bentuk adzab dan musibah karena sifat dan perbuatan mereka yang buruk. Allah timpakan kepada mereka gempa bumi sebagai balasan karena mereka mengancam akan mengusir Nabi Syu’aib dan para pengikutnya (QS. Al A’raaf: 91). Dia juga menimpakan suara yang mengguntur sebagai balasan atas olok-olokkan mereka kepada Nabi mereka (QS. Huud: 87). Dan Dia juga menimpakan kepada mereka naungan awan yang daripadanya keluar bunga api sebagai jawaban atas permintaan mereka untuk ditimpakan adzab berupa gumpalan dari langit (QS. Asy Syu’aaraa’: 187-188).

Allah menyelamatkan Nabi Syu’aib ‘alaihissalam dan orang-orang yang beriman bersamanya, Dia berfirman, “Dan ketika datang adzab Kami, Kami selamatkan Syu’aib dan orang-orang yang beriman bersamanya dengan rahmat dari Kami, dan orang-orang yang zalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumahnya.–Seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, kebinasaanlah bagi penduduk Mad-yan sebagaimana kaum Tsamud telah binasa.” (QS. Huud: 94-95).

Selesai dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.


Comments

Popular posts from this blog

Hukum Makan Gaji Buta

Dear #Lovalila ... Makan gaji buta, atau kita kenal dengan istilah "magabut" itu ada suatu hal yang tidak baik, bahkan curang. Mangkir dari tanggungjawab tapi tetap diberikan upah normal. Perilaku ini bahkan bisa mengganggu atau merugikan orang lain yang memerlukan hasil kerja si pelaku magabut tadi. . Rezeki kita itu sudah ada yang ngatur, alila kira semua #Lovalila sudah paham lah yaa soal ini. Tapi yg harus diperhatikan adalah cara kita menjemputnya. Apakah dengan cara yang ahsan atau justru zholim? . Meski Kerjaan kita halal, tapi kalo kita tidak mengerjakannya, ini bisa loh menzholimi saudara kita dan perusahaan. Misal, kita kerja di perusahaan tapi masih belum bisa memenej urusan probadi ketika jam kerja, sampe2 kerjaan tidak selesai. Kemudian hasil kerja kita akan menjadi tidak berkah. Padahal, ketika bekerja, Allah jg siapkan pahala untuk kita jika kita kerja ikhlas, tepat waktu. Apalagi kalo pekerjaan kita lebih cepat, dan kita bs membatu pekerjaan orang lain.. M

Keberhasilan Dan Kesuksesan Karena Allah

Keberhasilan dan kesuksesan itu jika mendapat ridho dari Allah ta'ala. Maka niatkanlah segalanya semata mengharap ridho-Nya . Dan di antara manusia ada yang mengorbankan dirinya untuk meraih keridhaan Allah. Dan Allah Maha Penyantun terhadap hamba-hamba-Nya”. (Al-Baqarah: 207) . Dear #Lovalila semua orang pasti ingin merasakan keberhasilan dan kesuksesan namun jarang mengetahui kesuksesan yang sebenarnya itu adalah Ridha Allah . banyak yang berkorban untuk harta karena mereka berfikiran bahwa materi adalah standar kesuksesannya . banyak juga yang berkorban untuk mendapatkan kekuasaan karena berfikiran ketika kita sudah berkuasa maka itulah keberhasilan . padahal contoh diatas adalah hal-hal yang tidak bisa memuaskan diri kita, ketauhilah Dear hanya Ridha Allah yang memberi kemantapan hati maka bagi orang-orang yang berkorban memperjuangkan agar mendapatkan Ridha-Nya Allah maka dia lah yang berhasil dan sukses, . Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri ra: Bahwa Nabi saw. bersabda: Ses

Kata Kata Mutiara Bahasa Arab & Indonesia

Kata Kata Mutiara Bahasa Arab & Indonesia 1.                     من سار على الدرب وصل Man saaro alaa darbi wasola Barang siapa berjalan pada jalannya, maka dia  akan sampai (pada tujuannya) 2.                       من جدّ وجد Man jadda wajada Barang siapa bersungguh-sungguh, maka dia akan mendapatkan (kesuksesan) 3.                       من صبر ظفر Man shobaro dzhofiro Barang siapa yang bersabar, maka dia akan beruntung 4.                       من قلّ صدقه قلّ صديقه Man qoola shidquhu qolla shodikuhu Barang siapa yang sedikit kejujurannya, sedikit pulalah temannya 5.                       جالس أهل الصدق والوفاء Jaalis ahlash shidqi wal wafa Bergaulah dengan orang yang jujur dan menepati janji 6.                       مودّة الصديق تظهر وقت الضيق Mawaddatush shodieqi tadzharu waktadh dhieq Kecintaan seorang teman itu, akan tampak pada waktu kesempitan 7.                       ومااللذّة إلا بعد التعب wa maa ladzatu Illaa ba'dat ta'bi Tidak ada kenikmatan kecuali setelah kepaya